Complex Realist

Hai, hai~!

Sudah berapa lama aku nggak mampir dan ngepost something di sini?

Maaf, maaf~ Hiatus ini disebabkan jadwal yang sudah mulai memadat.

(meskipun sebenarnya jauh lebih padat semester lalu~)

 

Nah!

Sebelumnya, aku sudah mengakhiri postingan mengenai kelas sosial entrepreneurship dengan satu istilah penting :

 

PERUBAHAN.

 

(iya, emang agak sedikit dihighlight supaya ingat :p)

 

Maka dari itu, beberapa postingan ke depan bukan lagi mengenai idealisme-ku sebagai seorang sosial entrepreneur,

tapi blog ini berubah menjadi aku yang…

individualis?

Realis?

oke, Complex Realist.

 

Of course, aku nggak meninggalkan sisi sosial entrepreneurship, mengingat itu adalah obsesiku.

 

Hanya saja, aku ingin lebih mengungkapkan betapa realisnya penulis blog ini (aku, iya, haha XD).

 

Aku dan teman-teman sering kali membicarakan hal-hal yang menurut orang lain “berat”.

Teman sekelas merasa sulit mengikuti arah pembicaraan kami.

 

Iya, kami dinilai serius dan… ‘berat’.

 

(Sekali lagi, pemikirannya, bukan berat badan).

 

Aku akan mencoba mengungkapkan tiap harinya, apa saja hal-hal menarik yang kami bicarakan.

 

Well, yeah, i did this because i wanna see more people’s reaction on our discussion~

 

So prepare yourself.

Really, your ‘self’, not what people want you to be.

 

Welcome to the realist~!

Change Chance~!

Wow.

Just… Wow. Don’t know how to explain it in other words, lol.

Ketika diminta untuk membuat jurnal refleksi akhir, aku bertanya-tanya :

Is this the end?

 

And of course the answer is… yes?

(Lol, why the question mark?)

It may be the end of this semester,

It may be the end of this Social Entrepreneur class.

 

Yet, It may be the start of autonomy,

may be the start of exploring,

may be the start to change.

 

Change?

Yeah, change.

ย Seperti ini contohnya ๐Ÿ˜€ Tiba-tiba in the mood menuliskan blog dalam bahasa Inggris (entah benar atau salah).

 

Yah. Perubahan.

Ketika berbicara mengenai perubahan, apa yang kalian pikirkan?

 

Yang pasti, perubahan itu terjadi karena adanya tujuan.

Dan terjadi karena kamu menginginkannya.

 

Di kelas sosial entrepreneurship, aku punya tujuan.

Karena itulah, aku melakukan perubahan.

Kenapa tidak?

Ini kesempatan untuk berubah.

 

Dan apa hasilnya?

Pemikiranku mengenai Sosial Entrepreneur banyak berubah.

Pola bekerja saat ini banyak dipengaruhi Sosial Entrepreneurship.

Bahkan untuk kehidupan sehari-hari seperti bangun tidur dan mandi :p

Seperti sekarang juga ketika aku menganggur dan menghabiskan beberapa jam waktuku mengawasi ujian,ย 

Dulu, aku akan bermain dengan handphone, sekarang aku lebih meilih mengutarakan pemikiranku lewat blog yang aku pikir akan lebih berguna untuk pembaca.

 

Memang, perubahan itu kadang terasa berat.

Kadang juga perubahan itu tidak kita sadari.

 

Untuk itu, tetapkan tujuanmu dan sadarilah hidup.

Karena pada dasarnya, hidup itu mengenai kesempatan, termasuk untuk berubah.

 

Ini salah satu quote dari Ninomiya Kazunari, idolaku di Arashi ๐Ÿ™‚

When you wish to change yourself and start anew, you are already as good as new,

 

Keep inspiring people, all ๐Ÿ™‚

 

More People, More, More!

That week in Social entrepreneur Class was sooo ‘something’ :3

Minggu itu, aku datang paling pagi di kelas. Lampu, AC, dan proyektor masih belum dinyalakan.

Mahasiswa lain datang 15 menit setelah waktu masuk seharusnya.

Well~

Mungkin ini efek minggu terakhir kelas Sosial Entrepreneur?

Who knows? :]x

 

Hari itu juga, ketiga teman satu kelompokku pergi untuk mengurus kegiatan Talkshow. Satu orang diharuskan tetap tinggal di kelas, maka aku dengan senang hati melakukannya ๐Ÿ˜€

 

Then~

Ada beberapa tamu yang datang di kelas untuk sharing.

Nah, bertemu dengan banyak orang seperti mereka membuatku terinspirasi ๐Ÿ™‚

Bayangkan saja, ada seorang lulusan arsitektur yang usahanya berkaitan dengan “Pembuntingan Kambing”.

Aneh? Iya aneh.

Mengingat dia lulusan arsitektur.

 

Tapi memang minat terhadap sesuatu mengalahkan semuanya, termasuk latar belakang pendidikan. (hahaha :D)

 

Yang bisa aku dapatkan dari Beliau ialah :

Belajar.

Bertemulah dengan banyak orang untuk belajar.

 

A simple yet the best quote that day.

 

Apalagi aku adalah penganut :

Learn is an individual responsibility ๐Ÿ™‚

 

So what else?

Just go and meet more people, grab some books, touch more knowledge, be inspired~!

 

 

—-

 

oot, ini seminar yang akan kami adakan ๐Ÿ˜€

Datang ya~

Semindar Edu_poster

 

Finding Problem or Making Problem

Tidak terasa, jurnal ini sudah *hampir* sampai pada penghujung semester.

13.

Week 13, guys~!

Semester 5 sudah mau berakhir~ yeeey~

*eh?*

Bukan, bukan itu. Kali ini aku mau membahas mengenai pembelajaran di kelas sosial entrepreneur minggu lalu.

 

Sekali lagi, kami dihadapkan dengan Analisis Sosial, yang dasarnya menggunakan prinsip Problem-Tree-Analysis.

Bedanya, pada Analisa Sosial, apa yang dibahas lebih mendetail dan spesifik mengenai apa yang dilakukan tersebut mengatasi permasalahan yang ada.

 

Aku masih ingat betul semester lalu mempelajari hal yang mirip-mirip.

Kala itu, fasilitator (yang sekarang sedang ada di Korea~ Semangat, Bu~!) kami berdiskusi dengan tiap kelompok di kelas.

Beliau akan bertanya mengenai masalah apa yang diangkat, mana ‘akar’nya? Mana ‘mahkota’ masalahnya? Apa yang kamu lakukan?

 

Kemudian, ada satu komentarnya yang membuatku tercengang mengenai permasalahan kelompok lain.

 

Kalian ini, mencari masalah? Atau mencari-cari masalah?

 

Aku dan temanku langsung terdiam.

Benar juga.

Terkadang karena tuntutan “tugas” dan “presentasi”, beberapa mahasiswa yang aku kenal ‘mengarang’ masalah untuk diselesaikan.

 

Well~ Syukurlah aku masih ada di jalur yang tepat, menurutku.

Karena aku mau belajar dan tertarik, maka aku dan teman-teman benar-benar mencari komunitas yang membutuhkan kami.

 

Masalah itu pun jangan dianggap remeh.

Karena terkadang kita datang ke suatu komunitas dengan stereotype tertentu. Ada mindset mengenai komunitas tersebut di kepala kita yang membuat kita terkadang sudah men-judge mereka.

Bahkan men-judge masalah apa yang mereka hadapi.

Bahkan men-judge ‘kebahagiaan’ mereka.

 

Ada berapa orang di sini yang menganggap masalah kemiskinan berasal dari ‘nasib’?

Ada berapa orang yang menganggap masalah kemiskinan bicara mengenai ‘malas’?

Jawaban yang benar : tidak ada.

Jawaban dianggap benar apabila kamu sudah terjun ke dalam komunitas tersebut dan mengetahui masalah mereka.

 

Sama seperti kami dulu.

Datang ke pinggiran kota dan beranggapan bahwa mereka ‘susah’ secara ekonomi dan ingin ‘membantu’.

Ternyata masalah yang dihadapi bukan itu, melainkan pendidikan dan kebiasaan membaca rendah pada anak-anak pinggiran kota.

 

Analisis Sosial menurutku penting dilakukan. Tidak hanya ketika kamu punya project saja,

Tetapi juga ketika berhubungan dengan orang lain ๐Ÿ™‚

 

Nice closing quotes from my Social Psychology lecturer for this case.

Stereotype muncul karena orang malas memahami dan mempelajari orang lain,

Start Dash!

Hahaha~ Judulnya memang agak ‘maksa’.

Minggu ini memang benar-benar “Start Dash!”.

Bukan memulai dengan melangkah, tetapi dengan berlari ๐Ÿ™‚

Tentunya, lari itu sudah tentu arahnya ke mana dan tujuannya apa ๐Ÿ™‚

 

Sebenarnya, “Start Dash!” untuk apa sih?

 

Hummm~ di minggu ke-12 kelas Sosial Entrepreneur, kami diberikan gambaran seberapa jauh project kami itu “jalan”.

 

Dan setelah melihat angkanya…

… 40%.

 

EMPAT PULUH PERSEN.

*kyaaa~* #teriakan ala dorama

 

Ternyata project kami masih dinilai ‘belum setengah jalan’.

 

Jadi,

ini artinya kita harus melangkah lebih cepat ๐Ÿ˜€

 

Langsung deh~ Novel Visual yang aku ceritakan di post sebelumnya, disempurnakan dan disesuaikan dengan target komunitas kami yang kebanyakan remaja perempuan.

Dari segi gambar, musik, dan cerita diperbaiki dan dibuat bertujuan untuk pembelajaran moral ๐Ÿ™‚

 

Setelah ‘berlari’, akhirnya VN itu selesai juga.

 

Kemudian, kegiatan di komunitas yang biasanya diisi dengan membaca buku fisik,

kami coba ganti dengan VN tersebut.

 

Hasilnya, diskusi semakin dalam dan antusiasme remaja dalam diskusi lebih tinggi.

Hanya saja, untuk anak-anak VN tersebut dirasa berat untuk dicerna.

Jadi pe er selanjutnya adalah membuat VN yang dapat digunakan untuk memberikan penanaman nilai dan moralitas kepada anak-anak.

Remaja dalam komunitas kami yang sedang memainkan VN

Remaja dalam komunitas kami yang sedang memainkan VN

Syukurlah~

VN yang kami buat dengan begadang dan peluh(?) tidak sia-sia.

 

Yah~ dalam setiap kehidupan, pasti ada cerita dan makna yang dapat dipetik.

Kalau tidak ada?

Berarti kamu yang harus dipertanyakan: apa kamu ada di sini sekarang?

 

Pesan moral yang bisa didapatkan dari postingan ini :

Nilai ataupun evaluasi bukanlah tujuan akhir,

tapi hanya sekedar menjadi pemacu, standar minimum,

dan juga sebagai awal yang baru untuk berlari lebih lagi.

Novel for Gamers and Game for Readers

Pernah dengar istilah Novel Visual?

Seperti yang dikutip dari forum KAORI Nusantara, Novel visual (ใƒ“ใ‚ธใƒฅใ‚ขใƒซใƒŽใƒ™ใƒซ, visual novel) merupakan cerita interaktif yang disajikan dengan ilustrasi gambar, biasanya memiliki berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.

Novel Visual ini bisa digolongkan dalam bentuk games ataupun novel.

Kok gitu?

Yup!

Apabila ‘dicetak’, maka bentuk dari novel ini layaknya Goosebumps seri petualangan maut.

Tau nggak? ๐Ÿ˜€

Novel di mana kamu diberikan kebebasan untuk memilih jalan yang ingin kamu tempuh,

but it will lead to another ending yang beragam dan menjadi ‘konsekuensi’ dari pilihanmu.

Apa sih hubungannya Novel Visual ini sama Entrepreneurship?

Apalagi dengan Sosial Entrepreneurship!

Hummm… Minggu lalu, aku ‘bolos’ dari kelas entrepreneur sosial guna menyelesaikan prototypeย salah satu Novel Visual.

Rencananyaย prototype ini akan diajukan ke sebuah penerbit di Surabaya dan diharapkan dapat dibuat secara massal sebagai media pembelajaran.

Lho? Kok bisa?

Ya~ bisalah~

Pada dasarnya, Novel Visual adalah sebuah “Novel”.

Jelas, inti dalam memainkan Novel Visual ini adalah dengan membacanya.

Kemudian, novel tersebut dipermudah pemahamannya melalui visual dan audio.

Selama membaca, akan ada gambar dan suara yang mendukung kalimat dalam novel itu supaya kesan yang didapat lebih terasa.

Sedangkan sisi ‘games’nya terletak pada cerita interaktifnya.

Playerย diberikan alternatif pilihan untuk menentukan jalan ceritanya. Kemudian konsekuensinya adalah ending yang juga sudah disiapkan ada berbagai macam.

Mengapa dapat disebut sebagai media pembelajaran?

Game adalah sebuah active media, di mana remaja dapat langsung โ€˜terjunโ€™ ke dalam pembelajaran tersebut.

Efek dari active media sendiri adalah rasa kepemilikan dan identitas terhadap permainan tersebut.

Dengan menggunakan media interaktif serta populer di kalangan remaja saat ini, diharapkan pembelajaran dalam membangun kemampuan decision making dan problem solving ini dapat diterima dan diserap secara tepat oleh remaja Indonesia sekarang.

Hal yang ditonjolkan dalam game ini adalah pembelajaran emosi remaja, terutama mengenai decision making.

Game yang berbentuk visual novel ini tidak semata-mata berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga melatih remaja untuk membuat keputusan secara mandiri.

Dengan model role-playing game, pembelajaran decision making diselipkan dalam pilihan-pilihan yang akan menentukan bagaimana jalan cerita dari karakter player-nya.

Konsekuensi dari pengambilan keputusan juga dapat dirasakan player melalui berbagai ending dari alur game. Hal ini juga melatih kemampuan problem solving dari remaja.

Selain itu, Novel Visual dapat menumbuhkan kebiasaan membaca bagi masyarakat.

Bagi pembaca, mereka akan menemukan cara lain yang menarik untuk membaca.

Sedangkan bagi orang-orang yang tidak tertarik membaca, novel visual menumbuhkan keinginan untuk itu ๐Ÿ™‚

 

lastly,

aku dan teman satu kelompok berharap dengan adanya novel visual, kebiasaan membaca di Indonesia dapat meningkat, terutama golongan anak-anak dan remaja Indonesia.

Kita tidak mau menyerah untuk menggalakkan kebiasaan membaca!

 

Fighting~! >w</*

Spider-Webs; How Strong Network Could Be

Spider-Webs?

Bukan, aku bukannya mau meresensi film “Spiderman”. Hahaha.

(…garing .___.)

 

Yup, minggu lalu di kelas entrepreneur kami belajar mengenai netwroking.

Which is, langsung mengingatkanku pada beberapa ‘kejadian’.

 

Case 1 : The Dining Room

Selama ini, di tiap perjamuan makan, aku selalu (dan entah kenapa) bosan berbincang-bincang dengan teman-teman yang aku sudah kenal baik.

Di saat perjamuan makan sebuah seminar atau kegiatan lain, aku lebih memilih duduk random di samping seseorang yang juga (kelihatannya) sendirian.

(Nyepik? hihi.)

Nggak, sambil makan biasanya aku basa-basi tanya :

Asalnya dari mana?

Namanya siapa?

dan sebagainya.

kemudian kami akan mengobrol banyak dan berujung pada saling menukar kartunama, eh aku nggak punya ding nomor telepon atau e-mail.

 

Well~

That’s how i met my financial consultant, who is also a tax consultant.

That’s how i met my friend in college for first time, chasing her to the dining room.

That’s how i met tutor for writing who is also a writer himself.

 

hmmm~ sebenarnya aku pikir kegiatanku itu tergolong ‘normal’ dilakukan.

 

Ternyata itu ada teorinya :v

 

Salah satu teori yang diungkapkan fasilitatorku mengenai bagaimana memulai networking.

 

 

Sebenarnya tidak hanya melalui “ruang makan” saja sih…

kadang, di berbagai sosial media, kita juga bisa start to get in touch with others.

 

Coba chat dengan orang yang jadi ‘friends’mu tapi kadang ga kenal~

Atau waktu datang ke sebuah acara festival dan semacamnya, datanglah sendiri ๐Ÿ™‚

Dan berkenalan lah dengan orang-orang baru untuk menjadi teman selama festival!

Tentu, jangan lupa untuk terus “follow up” sih :3

 

Setidaknya, begitulah caraku menemukan orang-orang yang mau bekerjasama denganku membuat gamesย ๐Ÿ™‚

Atau berbincang-bincang dengan cosplayer yang selama ini cuma aku bisa lihat dari jauh~ โค

 

Ini kebiasaan baik dan aku pikir aku perlu menuliskannya untuk kalian semua sebagai referensi selangkah lebih maju ๐Ÿ˜€

 

 

Case 2 : Joining Communities

Cobalah ikut berbagai kegiatan atau pun organisasi yang tidak mengikat, namun nyaman untuk kamu jalani sesuai passion!

 

Menyenangkan lho, bertemu dengan orang-orang baru, apalagi sepemiiran denganmu :3

 

Aku sendiri sih, suka sekali mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan Jepang~ Dan taraaa~!

 

Kami berencana mengadakan sebuah festival Jepang terbesar di Surabaya Desember nanti~!!!!

Kyaa~ seruuuu banget :3

 

 

Yah… dan ternyata “menjadi partner” dengan menetapkan suatu tujuan bersama itu juga ada teorinya :v

 

Well~

(banyak banget ngomong well di post ini .__.)

 

Setelah penjelasan fasilitator, aku semakin yakin bahwa seharusnya aku tidak menyia-nyiakan kebiasaan baik ini ๐Ÿ˜€

 

Justru, harusnya aku memanfaatkannya lebih lagi ๐Ÿ˜€

(dan tidak lupa meminta kontak orang tersebut tentunya .____.)

 

 

Bagaimana denganmu? ๐Ÿ˜€

Apakah sudah siap menjalin network dan berpartner? ๐Ÿ˜€

Start now and build your Strongest Weapon! ๐Ÿ˜€

A Trip to Jogjakarta; Community Everywhere

Hai Semua~!

Setelah beberapa hari bersenang-senang sekaligus merasakan terapi jalan kaki di Jogja,

aku PULANG~!

I’M BACK, DEAR~! *muntah pelangi*

Perjalanan singkat, 2 hari 3 malam (hayoo… ngerti nggak maksudnya gimana?) itu tidak menyurutkan semangat dan keingintahuanku tentang Jogja.

Sudah beberapa kali sih ke Jogja… waktu SD *miris*

Perjalanan kali ini cukup berbeda karena ditemani oleh teman-teman sekelas entrepreneur juga ๐Ÿ™‚

Jadi!

Apa saja yang aku dapatkan di sana?

Karena malas mengeluarkan kamera dan menghabiskan baterai bb untuk foto-foto, maka aku mengolah kreativitasku lewat sketsa ini.

*tebar-tebar sketsa*

Sanggar Alam SALAM; Naturally Learning by Doing

Di SALAM, sebuah sekolah Alam, Nenek ini menjadi Kepsek dengan segudang pengetahuan seru. -Sketched by me-

Di SALAM, sebuah sekolah Alam, Nenek ini menjadi Kepsek dengan segudang pengetahuan seru.
-Sketched by me-

Itu gambar kita sekelas (oke, aku ga gambar semua anak, capek) waktu mendengarkan Bu Waya (kalo aku tidak salah dengar) bercerita bagaimana ia membangun sekolah alam ini.

Yang perlu menjadi highlight dari SALAM adalah ‘Alam’ yang dimaksud tidak sekedar belajar dekat dengan ‘Alam’, tetapi secara ‘Alami’, belajar.

(… bingung?)

SALAM Jogja ini mengajarkan murid-murid untuk berpikir kritis dan praktis mengenai masalah-masalah yang ada di sekitarnya. Misal, makanan dan minuman yang banyak zat kimia, pelestarian lingkungan hidup, seni tari-musik, membaca, dan lainnya.

SATUNAMA; Keadilan bagi Semua

Sambutan yang kita dapat ketika masuk di Satunama. Ala kuliah? *iya* -Sketched by me-

Sambutan yang kita dapat ketika masuk di Satunama. Ala kuliah? *iya*
-Sketched by me-

Satunama adalah sebuah lembaga yang bergerak di bidang empowerment. Jadi, mereka akan menganalisa kebutuhan dan potensi apa di daerah-daerah sekitarnya. Kemudian, bersama-sama membentuk ย suatu solusi.

 

Yang bisa dipelajari dari sini adalah kemampuan untuk analisa sosial. Ketika kita dapat melakukannya dengan baik, maka solusi yang dapat terpikir pun bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

 

CD/UPKM; Rumah Sakit Tanpa Dinding

Hari terakhir, malas menggambar detail. Orang ini nyentrik, dari segi value maupun penampilan. -Sketched by me-

Hari terakhir, malas menggambar detail. Orang ini nyentrik, dari segi value maupun penampilan.
-Sketched by me-

Yah, nyentrik.

Kata itu muncul ketika bertemu dengan Pak Oto, orang yang bertanggung jawab terhadap LSM ini.

UPKM merupakan singkatan dari Upaya Peningkatan Kesehatan Masyarakat. CD sendiri merupakan kependekan dari Community Development.

Di sini, benar-benar RS tanpa ‘dinding’. Volunteernya langsung terjun ke masyarakat untuk memberikan edukasi, merawat, dan berupaya meningkatkan kesehatan masyarakat secara langsung.

 

Dari ujung Aceh sana, sampai ke Timika.

 

Yang nyentrik lagi adalah value Bapak Oto. Beliau bilang bahwa kegiatan sosial seperti ini merupakan panggilan, di mana profit yang disiapkan Tuhan sudah menanti.

 

Nyentrik kan? Beda dengan apa yang selama ini aku bahas ๐Ÿ™‚

 

Yayasan Bina Mandiri; Ability of the Difable

Mau gambar kaki palsu di bawah mesin jahit tapi failed. *yasudahlah* -Sketched by me-

Mau gambar kaki palsu di bawah mesin jahit tapi failed. *yasudahlah*
-Sketched by me-

Satu hal yang langsung jadi perhatianku adalah benda ini.

 

Mesin jahit dengan kaki palsu.

Dan Lemari yang merupakan Hibah dari Japanese Red Cross Society.

 

Dua hal ini pula yang melekat dalam kepalaku.

Ternyata ada satu hal yang bisa psikologi lakukan di sana. Selain sekedar mengobati jiwa mereka.

Mesin-mesin di sana haruslah dibuat ergonomis. Ruangan sampai pegangan pintu pun harusnya dibuat se ergonomis mungkin bagi difable.

 

yes. PR baru bagiku. *catat*

 

 

Yang kedua, pertanyaan :

Mengapa Japanese Red Cross Society?

 

Indonesia mana?

 

 

 

Ditutup dengan pertanyaan itu, pulang ke Surabaya terasa berat.

Generasiku harus tahu ini.

Generasiku harus turut berpikir dan menyumbang kehidupannya,

untuk memperbaiki Indonesia.

 

Membawa mereka dan komunitas menjadi lebih baik.

 

Komunitas di Jogja ini harus ditularkan di tempat-tempat lain di Indonesia ๐Ÿ™‚

Let’s fight together~!

(In)Tolerance?

Yeah~

YEAH~!!

Semuanya~

 

Ayo sama-sama bilang,

“YEAH~!!!!”

(#>w<)/*ย (#>w<)/*ย (#>w<)/*ย (#>w<)/*ย (#>w<)/*ย (#>w<)/*

 

Yah~ semoga salam pembuka dariku cukup membuat kalian semangat lagi menghadapi Weekends ๐Ÿ˜‰

 

Semangat ini tiba-tiba saja ingin aku tularkan pada teman-teman semua yang lagi kesusahan,

atau lagi sibuk dengan bejibun tugas serta makalah, di sela-sela kegiatan organisasi yang ga cuma satu-dua.

(Lho? Curhat?)

 

Back to Topic!

Mari kita sedikit merefleksi apa yang sudah dijalani selama hidup di Indonesia.

Refleksi ini tiba-tiba saja terbersit ketika mengikuti kelas sosial Entrepreneur minggu lalu.

Fasilitator kami menjelaskan tentang kekuatan komunitas dan bagaimana hal tersebut menjadi faktor utama dalam sustainability dari perusahaan sosial.

Salah satu contohnya, perusahaan yang ada di Bali.

 

Oke, mengenai bisnis dan impact social-nya memang keren.

Tapi lebih keren lagi ketika dosen menjelaskan toleransi di daerah tersebut.

 

Aku sempat mengingat-ingat kembali beberapa berita yang sempat dipost teman-teman memenuhi timeline.

Terutama mengenai FPI.

 

Ada saja hal-hal yang dilakukan FPI, yang membuatku mulai dari tertawa terbahak-bahak, sampai miris membaca komentar-komentar teman.

 

Indonesia, Indonesia.

Kenapa sih, ‘agama’ yang jelas-jelas hak asasi PRIBADI,

Dibawa-bawa dan dicampurkan POLITIK?

Mana BHINNEKA TUNGGAL IKA-nya?!

 

Kadang aku sampai malu setengah mati kalau ditanya seputar agama ketika FPI melakukan hal bodoh lagi.

Di mana sih toleransi-nya?

 

Aku cuma berharap aku akan membaca blog ini lagi sebagai cara agar idealismeku tentang toleransi tidak pudar :v

 

 

and then…

JOGJAAAAAAAAAA~!!!

(*eh? tiba-tiba?)

 

Iya, minggu depan kami sekelas akan field trip ke Jogjakarta.

Yah… dari segi biaya, bisa bikin aku badmood seminggu.

Senggol bacok orang-orang yang bikin aku wasting money.

 

Selain itu,

ada masalah lain dalam persiapan Jogja ini.

Lagi-lagi masalah toleransi :v

 

Entah bagaimana, aku sendiri juga kesal atas ketidakjelasan ini,

salah seorang fasilitator mintanya macem-macem =___=

Hotel bagus lah, Bis yang harganya bikin sesak nafas lah.

 

Dan jeleknya, dia mengatasnamakan “anak-anak lain nanti complaint kalo jelek,”

 

WTH.

Apa ini toleransi?

Apa toleransi bisa dilakukan dalam situasi seperti itu?

Di mana sih batasnya toleransi?

Bagus nggak sih, toleransi itu?

 

 

Pokoknya, Jogja.

Semoga menyenangkan.

Rich yet Blind

Minggu lalu, ada banyak seminar diadakan dalam satu hari di kampus.

Kali ini, saya memilih judul seminar yang cukup menarik perhatian.

“Produk Indonesia yang Disukai Luar Negeri”

Oke, kita semua tahu jika Indonesia, dari segi nature, memang diberkahi kekayaan.

Mulai dari tanah, tanaman, ragam hewan, sampai budaya.

Gambar

Kupikir, pengetahuan mengenai alam Indonesia memang tidak pernah ada habisnya.

Di sini, aku yang cukup sering mencari tahu mengenai kekayaan Indonesia, tetap saja kaget dengan banyaknya produk dalam negeri yang diutarakan dalam seminar.

Ada minyak atsiri/essential oil.

Minyak atsiriย merupakan minyak dari tanaman yang bagian dari tanaman tersebut mudah sekali menguap, karena itu ada yang menyebutnya sebagai minyak terbang.

(Lol)

Gambar

Dengan kondisi yang mirip Ether, minyak atsiri juga dijadikan esens dalam pewangi.

Minyak atsiri bukan lemak lho! Tanamannya jauh berbeda.

Indonesia yang kaya akan tumbuh-tumbuhan, diminati masyarakat dunia karena minyak atsiri ini.

Bagaimana tidak, tumbuhan-tumbuhan tersebut kadang hanya tumbuh dengan baik di Indonesia saja.

Jelas, Indonesia menjadi pusat perhatian dunia mengenai hal ini.

Tidak hanya minyak atsiri saja, Indonesia kaya akan alam.

Tanaman obat, kopi luak, kerajinan tangan, dan sebagainya.

Selain alam, Indonesia juga memproduksi berbagai brand yang kadang sampai disalahartikan sebagai Brand luar.

Contohnya, celana jins Lea. Tahu kan?

Sepeda Polygon, JCO donuts, Excelso, CFC, Breadtalk, sampai Buccheri, semuanya sebenarnya adalah Brand Indonesia.

Belum cukup kaget?

Tahu NATO?

Seragam para tentara itu dibuat di Indonesia lho!

Barbie, Air Bridge, sampai Radio Magno (Radio dari kayu) merupakan barang produksi Indonesia.

… Sayangnya, penghuni ‘Indonesia’ cukup dibutakan oleh hal-hal lain.

Mereka lebih memilih brand luar negeri, padahal sebenarnya Indonesia juga punya, dengan kualitas yang sama baiknya.

Menghambur-hamburkan uang yang seharusnya dapat dimanfaatkan hal lain,

hanya untuk mempertebal kantong warga negara asing.

Sedangkan di sini, bahkan sebutir nasi rasanya sulit dibagikan merata ke pelosok negeri.

Tapi kita buta.

Generasi sekarang sudah menjadi ‘buta’ oleh brand.

Masyarakat Indonesia sekarang lebih dikenal sebagai masyarakat konsumtif.

Menjadi santapan empuk bagi pasar dunia.

Indonesia, Indonesia.

Kapan generasi mudamu membuka matanya?

Kapan mereka mengembalikan nama Indonesia sebagai negara produktif?

Kita memang kaya, tapi penghuninya buta.

Buta?

Atau sengaja menutup mata?